Selasa, 29 Agustus 2017

TEKNIK PEMBESARAN LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus)


TEKNIK PEMBESARAN LOBSTER
(Cherax quadricarinatus)


YANTO KADIR


1.1  Latar Belakang
Dewasa ini peledakan penduduk telah membawa akibat yang cukup luas di berbagai segi kehidupan manusia. Kenaikan jumlah penduduk tidak hanya menuntut peningkatan penyedian bahan pangan, tetapi juga peningkatan di bidang gizi. Berbagai upaya peningkatan produksi pangan dan upaya peningkatan dibidang gizi makin meningkat. Salah satu cara yang bisa menjawab tuntutan gizi adalah mengembangkan usaha budidaya, baik budidaya ikan dan budidaya non ikan.
Salah satu kegiatan budidaya non ikan yang dapat dilakukan saat ini dan memiliki prospek baik kedepan yaitu budidaya lobster air tawar. Lobster yang dikenal oleh masyarakat saat ini adalah udang yang berasal dari tangkapan di laut dan belum bisa dibudidayakan. Udang yang berukuran cukup besar tersebut sengaja ditangkap oleh para nelayan untuk dijual di pasar dalam negeri dan ekspor. Ukuran dan bentuk lobster air tawar memang mirip dengan lobster air laut. Perbedaannya, lobster air tawar dapat dibudidayakan, sedangkan lobster air laut sampai saat ini belum berhasil dibudidayakan. Pemeliharaan lobster air tawar tidak membutuhkan perawatan secara intensif, teknik pembudidayaannya lebih mudah dibandingkan dengan jenis udang lainnya.
Selanjutnya Setiawan (2006) menyatakan bahwa selain sebagai udang konsumsi, lobster air tawar juga bisa dijadikan sebagai udang hias. Keberadaan lobster air tawar juga sangat layak menghiasi akuarium karena sosok dan warna tubuhnya sangat indah. Sosok lobster ini memang unik, terutama dilihat dari bentuk capitnya yang besar.
Di Indonesia, belum banyak orang yang mengetahui keberadaan lobster  air tawar. Hal ini sangat wajar karena lobster air tawar baru mulai dirintis pada tahun 90-an yaitu tepatnya pada tahun 1991. Awalnya, benih lobster yang dibudidayakan didatangkan dari Australia dan Cina. Dengan ketekunan, saat ini lobster-lobster tersebut sudah memenuhi akuarium dan kolam yang ada diberbagai daerah di Indonesia (Iskandar, 2003).
Budidaya lobster air tawar dibagi dalam dua segmen yaitu pembenihan dan pembesaran. Pembesaran merupakan kegiatan lanjutan dari pembenihan. Kegitan pembesaran dapat dilakukan pada kolam ataupun pada aquarium. Lobster yang dihasilkan nantinya akan dijual ke pasar lokal atau diekspor.
Saat ini loster air tawar makin populer dengan adanya restoran dan rumah makan yang menyediakan menu makanan berbahan dasar lobster air tawar. Akan tetapi ketersediannya saat ini masih dalam skala relatif kecil. Selain kurangnya masyarakat yang membudidayakan, keberadaan lobster air tawar ini masih belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.

2.1 Klasifikasi Lobster Cherax quadricarinatus
Menurut Patasik (2004), bahwa klasifikasi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) adalah sebagai berikut:
Filum      : Arthpoda
      Kelas         : Crustasea
         Sub kelas     : Malacostrata
                Ordo            : Decapoda
                      Sub ordo       : Eucarida
                            Famili           : Parastacidae
                                   Genus           : Cherax
                                          Spesies        : Cherax quadricarinatus

2.2  Morfologi Lobster Cherax quadricarinatus
               Lobster Cherax quadricarinatus, termasuk jenis udang-udangan (Crustaceae), seperti jenis udang lainnya, bagian tubuh lobster air tawar terdiri atas tiga bagian yakni kepala dan dada yang disebut Chepalothorax, bagian badan (abdomen) serta bagian ekor (telson).  Pada bagian kepala lobster ditutupi oleh kulit yang keras atau disebut cangkang kepala (carapace),  di bagian kepala yang bagian depan disebut rostrum berbentuk meruncing dan bergerigi (Gambar 1).

               Menurut Iskandar (2003), bahwa di lihat dari organ tubuh luar, lobster memiliki beberapa alat pelengkap sebagai berikut:
  1. Satu pasang antena yang berperan sebagai perasa dan peraba terhadap pakan dan kondisi lingkungan.
  2. Satu pasang anntenula yang berfungsi untuk mencium pakan, 1 mulut dan sepasang capit (celiped) yang lebar dan ukuran lebih panjang dibandingkan dengan ruas dasar capitnya.
  3. Ekor.  Satu ekor tengah (telson) memipih, sedikit lebar dan dilengkapi dengan duri-duri halus yang terletak disemua bagian tepi ekor, serta dua pasang ekor samping (Uropod) yang memipih.
  4. Enam ruas badan (Abdomen) agak memipih dengan lebar badan rata-rata hampir sama dengan lebar kepala.
  5. Enam pasang kaki renang (pleopod) yang berperan dalam melakukan gerakan renang.
  6. Empat pasang kaki untuk berjalan (Walking legs).
2.3 Habitat dan Penyebaran
            Lobster air tawar yang berasal dari famili Astacidae, Cambaridae, dan Parastacidae menyebar di semua benua, kecuali Afrika dan Antartika. Meskipun demikian, di kedua benua tersebut pernah ditemukan fosil lobster air tawar (Wijayanto dan Hartono, 2006).
Famili Astacidae banyak hidup di perairan bagian barat Rocky Mountains di barat laut Amerika Serikat sampai Kolombia, Kanada, dan juga di Eropa. Sementara famili Cambaridae paling banyak ditemukan di bagian timur Amerika Serikat, yaitu mencapai 80% dari jumlah spesies dan sebagian di selatan Meksiko. Famili Parastacidae banyak hidup di perairan Australia, Selandia Baru, Amerika Selatan, dan Madagaskar. Di Indonesia, terutama di perairan Jayawijaya (Papua), hidup beberapa spesies dari famili Parastacidae antara lain Cherax monticola, Cherax lorentzi, Cherax comunis, Cherax papuana, dan Cherax wasselli.
2.4 Kebiasaan Hidup Lobster Cherax quadricarinatus
               Habitat asli lobster air tawar adalah danau, rawa-rawa dan daerah sungai yang banyak terdapat tempat berlindung.  Lobster air tawar cenderung bersembunyi dicelah-celah dan rongga-rongga seperti bebatuan, potongan pohon, dan diantara akar tanaman rawa-rawa.  Dapat tumbuh dengan baik pada kondisi air yang mempunyai suhu 20-24°C dan pH 7-8, sementara kandungan oksigen terlarut minimal 7-10 ppm (Iskandar, 2003).
               Lobster air tawar ini termasuk jenis binatang omnivora (pemakan dari sumber nabati dan hewani).  Lobster air tawar ini juga aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal), sedangkan pada siang hari aktifitasnya sedikit atau lebih banyak berdiam diri.
               Hewan ini di habitat asli memakan makanan dari hewani (zoo) seperti cacing tanah, cacing air, plankton, juga dari tumbuhan (fito) seperti lumut akar salada air.  Dalam wadah budidaya lobster air tawar biasa makan keong mas, daging ikan, cacing darah (blood worm), potongan daging ikan segar (rucah), kentang, ubi-ubian, kacang hijau dan lain-lain.  Lobster air tawar juga makan pakan buatan seperti pellet udang galah (Solang, 2008).
2.5 Karakteristik Lobster Air Tawar
               Lukito dan Prayugo (2007), mengemukakan bahwa lobster air tawar adalah jenis udang yang hidup diperairan darat (tawar). Meskipun secara umum hampir sama dengan jenis udang air tawar lainnya,  tetapi lobster air tawar memiliki karakteristik yang bersifat khusus dan berbeda yaitu sebagai berikut :
1.      Lobster air tawar beraktifitas pada malam hari, sementara pada siang hari,   cenderung bersembunyi di balik bebatuan atau naungan lain.
2.      Lobster air tawar merupakan pemakan oportunitis,  terutama sisa-sisa tumbuhan (serasah) dan mikroba yang ditemukan di dasar kolam. Jika sudah dewasa,  lobster air tawar akan memakan segala jenis makanan (omnivora),  terutama tumbuh-tumbuhan dan binatang air,  baik yang masih dalam keadaan segar maupun yang telah membusuk.
3.      Selama hidupnya,  lobster air tawar sering berganti kulit (moulting),  terutama pada fase juvenile (burayak).
4.      Lobster air tawar mempunyai sifat kanibal.
5.      Lobster air tawar cenderung berjalan dengan merambat/memanjat,  bukan dengan berenang.
6.      Salah satu sifat unik dari lobster air tawar yaitu pengembara. Lobster air tawar akan berpindah tempat,  terutama jika terjadi perubahan lingkungan yang ekstrim.
7.      Lobster air tawar tidak mengenal musim kawin. Pada kondisi sehat dan lingkungan mendukung,  lobster air tawar akan selalu kawin dan bertelur.
Lobster air tawar dapat hidup selama kurang lebih 80 jam tanpa air pada suhu udara 120C dan lembap.
2.6 Jenis-jenis Lobster air tawar
               Menurut Wiyanto dan Hartono (2005), jenis lobster air tawar yang sudah banyak dibudidayakan diluar habitat aslinya (Gambar 3) adalah sebagai berikut:
  1. Cherax quadricarinatus.  Jenis lobster air tawar ini dikenal juga dengan sebutan red claw.  Disebut seperti itu karena kedua ujung capitnya terdapat warna merah.  Tubuhnya didominasi oleh warna biru laut yang berkilau, antar ruas kelopak kulit berwarna putih dan bobot berat berkisar 800-1000 gram/ekor.
  2. Cherax tenuimanus.  Disebut juga dengan  sebutan marron, jenis ini memiliki banyak warna.  Ada jenis marron dengan warna tubuh biru keunguan dan ada pula cokelat tua keunguan.
  3. Cherax destructor.  Ciri yang paling mudah ditemukan pada jenis ini adalah capitnya yang lebih besar.  Bobot berat berkisar 300-500 gram.
  4. Procambarus clarkii.  Ciri khas jenis lobster air tawar ini adalah seluruh tubuhnya berwarna merah bata untuk jantan dan betina orange kemerah-merahan.  Bobot berat berkisar 75-100 gram per ekor.
  5. Astacopsis gouldi.  Warna tubuhnya cokelat kehitam-hitaman terutama pada bagian badan, kepala, dan capit. 
2.7    Moulting atau Pergantian Kulit
               Siklus hidup Cherax quadricarinatus, pertumbuhan hanya terjadi dibagian cangkangnya.  Cangkang tersebut sudah tidak dapat berkembang, yang berkembang hanya bagian dalam atau dagingnya saja. Sehingga untuk terus tumbuh ia harus melakukan pergantian kulit atau moulting. Pergantian kulit akan terjadi berulang-ulang dan akan semakin berkurang frekuensinya seiring dengan bertambahnya umur (Iskandar, 2003).
Tubuhnya sebagaimana udang pada umumnya ditutupi oleh kelopak kulit yang terbuat dari bahan chitin yang keras dan tidak elastis sehingga dalam proses pertumbuhan harus terjadi pergantian kulit, yang terjadi pada umur dua sampai tiga minggu (Iskandar, 2003).
Selama hidupnya, Cherax mengalami moulting hingga puluhan kali. Moulting mulai terjadi pada umur 2 – 3 minggu. Frekuensi tertinggi terjadi sebelum lobster dewasa, berumur 6 – 7 bulan, dibanding Cherax yang sudah dewasa (Wiyanto dan Hartono, 2003).
Selanjutnya dalam Anonim (2005), dinyatakan bahwa pergantian kulit pada Cherax merupakan saat yang rawan. Tanda-tanda yang terlihat adalah Cherax cenderung tidak aktif dan berdiam di tempat persembunyiannya. Selain itu pergerakannya lamban dan kulitnya nampak keruh. Setelah proses moulting terjadi, kulit Cherax akan lembut. Untuk memulihkan kembali seperti keadaan semula perlu waktu 24 jam. Proses terjadinya moulting ada empat tahapan yaitu :
  1. Proecdysis, merupakan tahap persiapan moulting. Kalsium diserap dari kerangka lama dan disimpan dalam gastrolith diikuti dengan pembentukan kulit baru.
  2. Ecdysis, merupakan tahap pelepasan diri dari kerangka lama. Pada saat baru keluar, kutiler Cherax dalam keadaan masih lembut. Pada fase ini terjadi penyerapan air secara cepat oleh tubuh Cherax.
  3. Mecedysis, merupakan tahap pemindahan mineral kalsium dari gastrolith ke kutikel baru sebagai bahan krangka luar. Cherax sudah akan mulai makan. Pembentukan jaringan disertai dengan peningkatan sintesis protein dan DNA. Jaringan sudah mulai mengganti air yang diserap pada fase sebelumnya.
  4. Intermolt, merupakan fase antar moulting. Kerangka dan pertumbuhan jaringan akan selesai serta mulai mengubah metabolisme untuk pemenuhan cadangan energi yang disimpan dalam hepatopancreas yang akan digunakan untuk proses moulting berikutnya.
Selama hidupnya, lobster mengalami pergantian kulit. Selama hidup umumnya pergantian kulit mulai terjadi pada umur 2 – 3 minggu. Frekuensi moulting tergantung umur serta jumlah dan mutu makanan yang diserap. Lobster muda lebih sering mengalami moulting dibandingkan dengan lobster dewasa karena masih dalam masa pertumbuhan. Lobster yang mendapat pasokan makanan cukup dan berkualitas akan lebih cepat melakukan moulting. Faktor makanan berpengaruh pada percepatan moulting, dikarenankan makanan yang diserap lobster berfungsi untuk membentuk jaringan material pertumbuhan. Selain faktor umur dan makanan, faktor kualitas lingkungan juga bisa mempengaruhi frekuensi moulting (Wiyanto dan Hartono, 2006).
Selanjutnya Setiawan (2006), pergantian kulit paling cepat terjadi ketika lobster berukuran 0 – 4 inci. Sementara itu, ketika lobster tumbuh dari ukuran 4 ke 5 inci proses pergantian kulitnya mulai melambat, karena lobster tersebut tidak hanya memanjangkan badannya tetapi juga harus melebarkan badannya, sehingga daging yang dibutuhkan lebih banyak untuk memicu proses pergantian kulit.
Pada dasarnya moulting berfungsi untuk merangsang atau mempercepat pertumbuhan. Moulting juga bisa mempercepat pematangan gonad pada lobster. Dengan demikian, lobster akan cepat menghasilkan telur. Selain fungsi tersebut, pergantian kulit juga untuk menumbuhkan kembali bagian tubuh yang cacat. Capit yang patah akan tumbuh kembali setelah moulting (Wiyanto dan Hartono, 2006).
2.8    Pakan dan Kebiasaan Makan
               Lobster air tawar termasuk binatang yang tidak rewel dalam soal pakan, sehingga petani tidak direpotkan dalam penyediaannya. Lobster air tawar adalah binatang omnivora, segala makanan yang ada didepannya kemungkinan besar akan disantapnya, tidak terkecuali temannya sendiri yang sedang tidak berdaya (molting). Jenis pakan yang dapat diberikan kepada calon induk lobster air tawar adalah udang segar, cacing halus, pellet udang galah, atau pakan nabati seperti ubi jalar dan tanaman air, sedangkan pakan yang diberikan untuk larva atau benih yaitu cacahan udang segar, cacing halus, pellet udang galah yang sudah dihaluskan, daphnia beku serta tepung, kacang- kacangan yang merupakan sumber pakan nabati. Frekuensi pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yakni pagi dan sore hari dengan dosis 3 % dari bobot tubuhnya (Iskandar, 2003). 
        Pada habitat aslinya, Cherax quadricarinatus aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal).  Lobster air tawar adalah jenis hewan pemakan segala, seperti tumbuhan dan hewan (omnivora).  Kebutuhan pakannya sangat sedikit apabila dibandingkan dengan ukuran tubuhnya yang besar. Ukuran dewasa hanya membutuhkan dua sampai tiga gram pakan per hari. Kebiasaan makan dari spesies ini adalah memangsa udang-udang kecil yang hidup di habitatnya, atau memangsa temannya sendiri dari genus Cherax.
 2.9   Siklus Hidup
               Lobster air tawar merupakan jenis udang-udangan yang semasa hidupnya di air tawar. Berbeda dengan jenis udang lainnya seperti halnya udang galah dimana sebahagian hidupnya di air payau. Lobster air tawar dimasa hidupnya mengalami beberapa tahapan mulai dari induk dewasa (jantan dan betina), memijah (kawin), induk betina mengerami telur, telur menetas, juvenil (benih), calon induk, kemudian kembali menjadi lobster dewasa (induk), seperti pada gambar 4 (Solang, 2008).
2.10  Teknik Pembesaran
2.10.1 Wadah Pemeliharaan Cherax quadricarinatus
Pembudidayaan lobster air tawar baik untuk pembenihan atau pembesaran sebaiknya menggunakan wadah berupa kolam atau bak semen atau aquarium. Kolam semen dapat dapat dibuat berbentuk segi empat dengan ukuran 2 x 3 x 0.5 meter dan jumlah disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia. Untuk aquarium terbuat dari bahan kaca dengan ukuran 1 x 0.5 x 0.5 meter. Ketinggian air untuk pemeliharaan adalah sekitar 10-15 cm (Wirawan, 2006).
Selanjutnya Iskandar (2003), menambahkan bahwa lobster air tawar dibesarkan di dalam wadah kolam hingga siap dipasarkan. Kolam pembesaran yang dipergunakan bisa berukuran 2 x 3 x 0.5 meter dengan kepadatan tebar sekitar  30-40 ekor per m2 luas kolam. Kepadatan tebar yang terlalu rendah akan mengakibatkan kerugian karena terkait dengan efisiensi pembesaran. Sedangkan jika kepadatan tebar yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya persaingan yang dapat menimbulkan pertumbuhan lobster tidak optimal.
2.10.2 Seleksi Benih
            Menurut Bachtiar (2007), lobster air tawar yang baik dipelihara harus memiliki beberapa kriteria sebagai berikut :
a.    Sehat dan pertumbuhan normal
            Lobster yang akan dipelihara harus dalam keadaan sehat. Lobster yang sehat ditandai dengan pergerakan yang aktif atau tidak berdiam diri. Selain itu, kondisi lobster yang sehat juga dapat dilihat dari tingkat pertumbuhannya yang normal. Lobster yang berumur 2–3 bulan memiliki panjang tubuh sekitar 5–7 cm.
b.    Nafsu makan tinggi
            Nafsu makan lobster yang akan dipilih sebaiknya tinggi. Ini dimaksudkan agar kondisi fisiknya kuat dan pertumbuhannya cepat. Lobster yang kuat tidak mudah stres dan sakit. Untuk mengetahui nafsu makan lobster, dapat dilakukan pengujian sebelum membeli. Lobster sebaiknya diberi satu ekor cacing merah. Jika makanan tersebut langsung diterkam, dapat dipastikan lobster tersebut bernafsu makan tinggi.
c.    Tidak cacat
            Meskipun cacat fisik yang terjadi pada lobster tidak permanen, tetapi sebaiknya lobster yang cacat tidak dipilih jika ingin dipelihara. Memang lobster yang cacat akibat salah satu atau beberapa kaki jalannya patah, kulit sobek, capit besar terlepas, atau ekor patah dapat tumbuh kembali secara alami setelah cukup lama, terutama untuk lobster yang telah dewasa.
2.10.3 Penebaran benih
Sebelum diisi benih lobster air tawar, bak terlebih dahulu diberi pipa paralon atau roster (batako berlubang-lubang). Pipa paralon yang dipergunakan berdiameter 2 inci dengan panjang 10 cm. Idealnya, jumlah pipa paralon yang dimasukan minimal sesuai dengan jumlah benih yang akan dibesarkan. Agar pipa tidak bergerak bebas, pipa-pipa diikat dengan kawat atau dilem antara satu sama lain. Untuk mencegah terjadinya kanibalisme pada saat molting, pipa paralon diganti pada saat anakan berumur 4 bulan, dengan ukuran pipa berdiameter 4 inci dan panjang 20 cm. Pada saat memasuki umur 5 bulan, pipa paralon  diganti lagi dengan pipa berdiameter 5 inci dan panjang 25 cm (Wirawan, 2006).
Benih lobster yang dipelihara adalah benih yang berukuran 5 cm. Penebaran benih sebaiknya tidak terlalu padat ataupun terlalu jarang. Idealnya untuk ukuran kolam 1 x 1 x 1 m, benih yang ditebarkan sebanyak 20-30 ekor (Bachtiar, 2006).
2.10.4    Pemberian Pakan
            Lobster air tawar yang baru dipindahkan ke kolam pembesaran biasanya diberikan berupa pakan buatan yaitu pellet udang galah (D.1,D.2,D.3) masing-masing pellet tersebut memiliki ukuran butiran yang berbeda. Pellet D.1 cocok untuk anakan yang masih berumur 1-2 bulan, pellet D.2 untuk anakan umur 2-4 bulan, dan pellet D.3 untuk lobster dewasa yang sudah berumur 5 atau lebih. Selain pellet, anakan lobster dapat pula diberi pakan alami segar, seperti cacing sutera dan cacing merah (Wiyanto dan Hartono (2005).
     Pakan yang diberikan setiap pagi sekitar pukul 08.00-09.00 dan sore hari sekitar pukul 16.00-17.00. Jumlah pemberian pakan disesuikan dengan jumlah anakan yang ada di dalam bak dan kempuan anakan mengonsumsi pakan. Sebagai bahan perbandingan, setiap lobster dewasa hanya mampu menghabiskan pakan sekitar 2-3 gram perhari.
2.10.5    Pengontrolan kualitas air
               Pengontrolan kualitas air meliputi temperatur, derajat keasaman(pH), kandungan garam (salinitas), kandungan ammonia, dan kekeruhannya (Setiawan 2006).
1.  Temperatur air
               Temperatur yang ideal dalam pemeliharaan lobster air tawar adalah 24-31°C.  Temperatur di bawah atau di atas angka tersebut sangat membahayakan kehidupan lobster air tawar (Setiawan 2006).
2.  Derajat Keasaman (pH)
               Derajat Keasaman (pH) yang ideal untuk lobster air tawar ada pada kisaran 6-8.  Jika berada diluar kisaran itu, air perlu dimodifikasi dengan teknik tertentu. Misalnya, pH terlalu rendah (dibawah 6), perlu ditambahkan kapur perikanan berupa kalsium karbonat (CaCo3) yang jumlahnya tergantung pada kondisi pH sebelumnya atau ditambah garam agar pH naik sedikit.  Sedangkan jika pH terlalu tinggi (lebih dari 8), bisa diturunkan sedikit dengan menggunakan daun ketapang kering yang dimasukkan kedalan air kolam (Setiawan 2006).
3.  Salinitas
               Kandungan garam yang maksimal yang masih bisa ditoleransi lobster air tawar adalah 20 ppt.  Lain halnya dengan udang windu yang kadar garamnya paling bagus di bawah 4 ppt.  Karenanya, sangat tidak mungkin menggunakan bekas udang windu untuk membudidayakan lobster air tawar (Setiawan 2006).
4.  Kandungan Amonia
               Amonia merupakan hasil dari buangan kotoran lobster yang jika dibiarkan dalam waktu lama akan terakumulasi dan menjadi racun bagi lobster.  Karenanya kadar amonia dalam air perlu dipantau, yakni maksimum 1,2 ppm.  Kadar amonia bisa dipantau menggunakan Amonium Test Kit yang berwujud cair.  Cara mengatasi kadar amonia yang tinggi adalah dengan menambahkan garam dapur atau setiap 3 hari sekali air didasar kolam atau akuarium disedot sebanyak 50%, kemudian ditambahkan air yang baru (Setiawan 2006).
5.  Kekeruhan
               Sebenarnya lobster senang dengan kondisi air yang keruh karena bisa melindungi dari serangan predator.  Disisi lain air yang keruh juga menambah nafsu makan lobster.  Meskipun demikian, jika air terlalu keruh juga tidak terlalu baik bagi pemeliharaan lobster air tawar karena bisa menghambat saluran pernapasan.  Kadar kekeruhan air bisa diukur menggunakan sechi disc, yakni sebuah piringan (disc) dengan tongkat pengukur kedalaman (Setiawan 2006).
2.10.6  Pencegahan Penyakit
               Budidaya ikan, hama dan penyakit dapat mengakibatkan kerugian ekonomis, karena hama dan penyakit dapat menyebabkan kekerdilan, periode pemeliharaan lebiah lama, tingginya konversi pakan, akibat padat tebar yang rendah dan kematian.  Sehingga dapat mengakibatkan menurunnya atau hilangnya produksi (Setiawan, 2006).
               Berdasarkan penyebabnya, penyakit pada ikan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi.  Penyakit infeksi (parasiter) adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme infektif seperti jamur, virus, bakteri, dan parasit.  Karena bersifat infektif, maka penyakit ini menular dalam waktu cepat bila kondisi perairan memungkinkan.  Sedangkan penyakit non-infeksi adalah penyakit yang disebabkan bukan oleh organisme infektif sehingga tidak menyebabkan infeksi dan tidak menular (Setiawan 2006).
               Beberapa penyakit yang sering menular lobster dan menyebabkan kematian adalah sebagai berikut :
1.  Saprolagnia dan Achyla
               Kedua patogen ini termasuk dalam golongan jamur yang akan menyergap jaringan lobster yang luka dan juga menyerang telur, mereka dapat menghambat pernapasan sehingga telur mati dan tidak menetas.  Pada tubuh lobster air tawar ditandai dengan tumbuhnya sekumpulan benang halus seperti kapas.  Cendawan itu menyebabkan napsu makan lobster menjadi menurun.  Sehingga kondisi lobster pun akan memburuk dan akhirnya menyebabkan kematian (Setiawan 2006).
               Bila terlanjur terinfeksi cendawan itu, lobster direndam dalam larutan Malachite Green 2-3 ppm selama 30-60 menit.  Cara lain adalah dengan mengolesi badan yang terserang dengan PK (Kalium Permanganat) 10 ppm.  Serangan pada telur bisa ditangani dengan merendam tanaman air dalam bak penampungan telur seperti kakaban, eceng gondok dan ijuk dalam larutan Malachite Green 2 ppm selama 30-60 menit.  Semua penanganan itu dapat diulangi 2-3 kali dengan selang 3 hari (Setiawan 2006).
2.  Cacing Jangkar
               Cacing Lernea cyprinacea dan Lernaea carasii termasuk dalam golongan parasit dimana menembus jaringan tubuh dengan kaitnya yang menyerupai Jangkar.  Bagian insang pada lobster yang terjangkit tampak dihuni cacing dan terdapat cairan atau lendir yang memanjang.  Akibatnya, lobster kekurangan darah, kehilangan bobot tubuh, dan kemudian mati.  Cacing jangkar dapat diatasi dengan merendam lobster yang terinfeksi kedalam larutan garam (20 gram garam dilarutkan ke dalam 1 liter air) selama 10-20 menit (Setiawan 2006).
3.  Argulus foliaceus
               Argulus foliaceus termasuk dalam golongan parasit dimana serangan predator Argulus pada lobster ini ditandai adanya bintik merah pada tubuh.  Racun Argulus menyebabkan kematian pada lobster akibat anemia dan kehilangan banyak darah.  Racun yang melukai kulit itu bisa mengundang infeksi Saprolegnia yang mungkin menggenapkan penderitaan lobster (Setiawan 2006).
               Untuk mengatasinya, lobster direndam dalam 1 ml lysol yang dilarutkan dalam 5 liter air selama 15-60 detik.  Selanjutnya direndam dalam sodium permanganat 1 gram dilarutkan dalam 100 liter air selama 1,5 jam.  Pemberian Neguvon, Masoten, dan Lindane dilakukan bila telah mencapai stadium puncak.  Sebab, ketiganya bersifat racun yang dapat membahayakan lobster.  Walaupun belum terjangkit, peternak lobster air tawar harus waspada lantaran penyakit bisa menyerang kapan saja. Secepat mungkin segudang penyakit yang bisa menghantui kesehatan lobster air tawar tersebut harus dijauhkan (Setiawan 2006).
2.10.7    Pemanenan
               Pemanenan lobster hasil pembesaran dapat dibagi menjadi dua yaitu panen calon induk dan panen untuk konsumsi. Untuk mendapatkan calon induk panen dilakukan lebih cepat dibandingkan untuk keperluan konsumsi. Umumnya calon induk sudah mulai dipanen pada ukuran minimal 3 inchi, yaitu pada umur 1-2 bulan setelah tebar benih. Selanjutnya Iskandar (2003), menambahkan calon induk lobster air tawar yang berumur lebih dari 7 bulan dan telah matang sel kelamin, tetapi untuk mengawinkannya sebaiknya menunggu hingga umur lebih dari 1 tahun. Cara pemanenan pada dasarnya sama dengan memanen lobster untuk konsumsi (Solang, 2008).
            Lobster yang siap dikonsumsi mulai panen pada umur 7 bulan keatas, dengan umur tersebut beratnya sudah mencapai 90-100 g/ekor atau 10-12 ekor/kg. Lobster yang dipanen pada umur 7 bulan biasanya untuk memenuhi pasar dalam negeri, sedangkan untuk konsumsi ekspor biasanya dipanen pada umur 10-12 bulan dengan berat 120-150 gram (Solang 2008).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar