TEKNIK PEMBESARAN LOBSTER
(Cherax
quadricarinatus)
YANTO KADIR
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini peledakan penduduk
telah membawa akibat yang cukup luas di berbagai segi kehidupan manusia.
Kenaikan jumlah penduduk tidak hanya menuntut peningkatan penyedian bahan
pangan, tetapi juga peningkatan di bidang gizi. Berbagai upaya peningkatan
produksi pangan dan upaya peningkatan dibidang gizi makin meningkat. Salah satu
cara yang bisa menjawab tuntutan gizi adalah mengembangkan usaha budidaya, baik
budidaya ikan dan budidaya non ikan.
Salah satu kegiatan budidaya non
ikan yang dapat dilakukan saat ini dan memiliki prospek baik kedepan yaitu
budidaya lobster air tawar. Lobster yang dikenal oleh masyarakat saat ini
adalah udang yang berasal dari tangkapan di laut dan belum bisa dibudidayakan. Udang
yang berukuran cukup besar tersebut sengaja ditangkap oleh para nelayan untuk
dijual di pasar dalam negeri dan ekspor. Ukuran dan bentuk lobster air tawar
memang mirip dengan lobster air laut. Perbedaannya, lobster air tawar dapat
dibudidayakan, sedangkan lobster air laut sampai saat ini belum berhasil
dibudidayakan. Pemeliharaan lobster air tawar tidak membutuhkan perawatan
secara intensif, teknik pembudidayaannya lebih mudah dibandingkan dengan jenis
udang lainnya.
Selanjutnya Setiawan (2006)
menyatakan bahwa selain sebagai udang konsumsi, lobster air tawar juga bisa
dijadikan sebagai udang hias. Keberadaan lobster air tawar juga sangat layak
menghiasi akuarium karena sosok dan warna tubuhnya sangat indah. Sosok lobster
ini memang unik, terutama dilihat dari bentuk capitnya yang besar.
Di Indonesia, belum banyak
orang yang mengetahui keberadaan lobster
air tawar. Hal ini sangat wajar karena lobster air tawar baru mulai
dirintis pada tahun 90-an yaitu tepatnya pada tahun 1991. Awalnya, benih lobster
yang dibudidayakan didatangkan dari Australia dan Cina. Dengan ketekunan, saat
ini lobster-lobster tersebut sudah memenuhi akuarium dan kolam yang ada
diberbagai daerah di Indonesia (Iskandar, 2003).
Budidaya lobster air tawar
dibagi dalam dua segmen yaitu pembenihan dan pembesaran. Pembesaran merupakan
kegiatan lanjutan dari pembenihan. Kegitan pembesaran dapat dilakukan pada
kolam ataupun pada aquarium. Lobster yang dihasilkan nantinya akan dijual ke
pasar lokal atau diekspor.
Saat ini loster air tawar makin populer dengan
adanya restoran dan rumah makan yang menyediakan menu makanan berbahan dasar
lobster air tawar. Akan tetapi ketersediannya saat ini masih dalam skala
relatif kecil. Selain kurangnya masyarakat yang membudidayakan, keberadaan
lobster air tawar ini masih belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.
2.1 Klasifikasi Lobster Cherax quadricarinatus
Menurut Patasik (2004),
bahwa klasifikasi lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) adalah sebagai
berikut:
Filum : Arthpoda
Kelas :
Crustasea
Sub kelas : Malacostrata
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Eucarida
Famili : Parastacidae
Genus : Cherax
Spesies : Cherax
quadricarinatus
2.2
Morfologi Lobster Cherax
quadricarinatus
Lobster Cherax quadricarinatus, termasuk jenis udang-udangan (Crustaceae), seperti jenis udang
lainnya, bagian tubuh lobster air tawar terdiri atas tiga bagian yakni kepala
dan dada yang disebut Chepalothorax,
bagian badan (abdomen) serta bagian
ekor (telson). Pada bagian kepala lobster ditutupi oleh kulit
yang keras atau disebut cangkang kepala (carapace), di bagian kepala yang bagian depan disebut
rostrum berbentuk meruncing dan bergerigi (Gambar 1).
Menurut Iskandar (2003), bahwa di
lihat dari organ tubuh luar, lobster memiliki beberapa alat pelengkap sebagai
berikut:
- Satu pasang antena yang berperan sebagai
perasa dan peraba terhadap pakan dan kondisi lingkungan.
- Satu pasang anntenula yang berfungsi untuk
mencium pakan, 1 mulut dan sepasang capit (celiped) yang lebar dan ukuran lebih panjang dibandingkan
dengan ruas dasar capitnya.
- Ekor.
Satu ekor tengah (telson)
memipih, sedikit lebar dan dilengkapi dengan duri-duri halus yang terletak
disemua bagian tepi ekor, serta dua pasang ekor samping (Uropod) yang memipih.
- Enam ruas badan (Abdomen) agak memipih dengan lebar badan rata-rata hampir
sama dengan lebar kepala.
- Enam pasang kaki renang (pleopod) yang berperan dalam melakukan gerakan renang.
- Empat pasang kaki untuk berjalan (Walking legs).
2.3 Habitat dan Penyebaran
Lobster air tawar yang berasal dari famili
Astacidae, Cambaridae, dan Parastacidae menyebar di semua benua, kecuali Afrika
dan Antartika. Meskipun demikian, di kedua benua tersebut pernah ditemukan
fosil lobster air tawar (Wijayanto dan Hartono, 2006).
Famili Astacidae banyak hidup
di perairan bagian barat Rocky Mountains di barat laut Amerika Serikat sampai
Kolombia, Kanada, dan juga di Eropa. Sementara famili Cambaridae paling banyak
ditemukan di bagian timur Amerika Serikat, yaitu mencapai 80% dari jumlah
spesies dan sebagian di selatan Meksiko. Famili Parastacidae banyak hidup di
perairan Australia, Selandia Baru, Amerika Selatan, dan Madagaskar. Di
Indonesia, terutama di perairan Jayawijaya (Papua), hidup beberapa spesies dari
famili Parastacidae antara lain Cherax
monticola, Cherax lorentzi, Cherax comunis, Cherax papuana, dan Cherax
wasselli.
2.4 Kebiasaan Hidup Lobster Cherax quadricarinatus
Habitat asli lobster air tawar
adalah danau, rawa-rawa dan daerah sungai yang banyak terdapat tempat
berlindung. Lobster air tawar cenderung
bersembunyi dicelah-celah dan rongga-rongga seperti bebatuan, potongan pohon,
dan diantara akar tanaman rawa-rawa. Dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi air yang mempunyai suhu 20-24°C dan pH 7-8, sementara
kandungan oksigen terlarut minimal 7-10 ppm (Iskandar, 2003).
Lobster air tawar ini termasuk
jenis binatang omnivora (pemakan dari sumber nabati dan hewani). Lobster air tawar ini juga aktif mencari
makan pada malam hari (nocturnal),
sedangkan pada siang hari aktifitasnya sedikit atau lebih banyak berdiam diri.
Hewan ini di habitat asli memakan
makanan dari hewani (zoo) seperti cacing tanah, cacing air, plankton, juga dari
tumbuhan (fito) seperti lumut akar salada air.
Dalam wadah budidaya lobster air tawar biasa makan keong mas, daging
ikan, cacing darah (blood worm),
potongan daging ikan segar (rucah), kentang, ubi-ubian, kacang hijau dan lain-lain. Lobster air tawar juga makan pakan buatan
seperti pellet udang galah (Solang, 2008).
2.5 Karakteristik Lobster Air Tawar
Lukito
dan Prayugo (2007), mengemukakan bahwa lobster air tawar adalah jenis udang
yang hidup diperairan darat (tawar). Meskipun secara umum hampir sama dengan
jenis udang air tawar lainnya, tetapi
lobster air tawar memiliki karakteristik yang bersifat khusus dan berbeda yaitu
sebagai berikut :
1. Lobster air tawar beraktifitas pada malam hari,
sementara pada siang hari, cenderung
bersembunyi di balik bebatuan atau naungan lain.
2. Lobster air tawar merupakan pemakan oportunitis, terutama sisa-sisa tumbuhan (serasah) dan
mikroba yang ditemukan di dasar kolam. Jika sudah dewasa, lobster air tawar akan memakan segala jenis
makanan (omnivora), terutama
tumbuh-tumbuhan dan binatang air, baik
yang masih dalam keadaan segar maupun yang telah membusuk.
3. Selama
hidupnya, lobster air tawar sering
berganti kulit (moulting), terutama pada fase juvenile (burayak).
4. Lobster
air tawar mempunyai sifat kanibal.
5. Lobster air tawar cenderung berjalan dengan
merambat/memanjat, bukan dengan
berenang.
6. Salah satu sifat unik dari lobster air tawar yaitu
pengembara. Lobster air tawar akan berpindah tempat, terutama jika terjadi perubahan lingkungan
yang ekstrim.
7. Lobster air tawar tidak mengenal musim kawin. Pada
kondisi sehat dan lingkungan mendukung,
lobster air tawar akan selalu kawin dan bertelur.
Lobster air tawar dapat hidup selama kurang
lebih 80 jam tanpa air pada suhu udara 120C dan lembap.
2.6 Jenis-jenis Lobster air tawar
Menurut Wiyanto dan Hartono
(2005), jenis lobster air tawar yang sudah banyak dibudidayakan diluar habitat
aslinya (Gambar 3) adalah sebagai berikut:
- Cherax
quadricarinatus. Jenis
lobster air tawar ini dikenal juga dengan sebutan red claw. Disebut seperti itu karena kedua ujung
capitnya terdapat warna merah.
Tubuhnya didominasi oleh warna biru laut yang berkilau, antar ruas
kelopak kulit berwarna putih dan bobot berat berkisar 800-1000 gram/ekor.
- Cherax
tenuimanus. Disebut juga dengan sebutan marron, jenis ini memiliki
banyak warna. Ada jenis marron
dengan warna tubuh biru keunguan dan ada pula cokelat tua keunguan.
- Cherax
destructor. Ciri yang paling mudah
ditemukan pada jenis ini adalah capitnya yang lebih besar. Bobot berat berkisar 300-500 gram.
- Procambarus
clarkii. Ciri khas jenis lobster air
tawar ini adalah seluruh tubuhnya berwarna merah bata untuk jantan dan
betina orange kemerah-merahan.
Bobot berat berkisar 75-100 gram per ekor.
- Astacopsis gouldi. Warna tubuhnya cokelat kehitam-hitaman terutama pada bagian badan, kepala, dan capit.
2.7 Moulting atau Pergantian Kulit
Siklus
hidup Cherax quadricarinatus,
pertumbuhan hanya terjadi dibagian cangkangnya.
Cangkang tersebut sudah tidak dapat berkembang, yang berkembang hanya
bagian dalam atau dagingnya saja. Sehingga untuk terus tumbuh ia harus melakukan pergantian kulit atau moulting. Pergantian kulit akan terjadi
berulang-ulang dan akan semakin berkurang frekuensinya seiring dengan
bertambahnya umur (Iskandar, 2003).
Tubuhnya sebagaimana udang
pada umumnya ditutupi oleh kelopak kulit yang terbuat dari bahan chitin yang keras dan tidak elastis
sehingga dalam proses pertumbuhan harus terjadi pergantian kulit, yang terjadi
pada umur dua sampai tiga minggu (Iskandar, 2003).
Selama hidupnya, Cherax mengalami moulting hingga puluhan kali. Moulting
mulai terjadi pada umur 2 – 3 minggu. Frekuensi tertinggi terjadi sebelum
lobster dewasa, berumur 6 – 7 bulan, dibanding Cherax yang sudah dewasa (Wiyanto dan Hartono, 2003).
Selanjutnya
dalam Anonim (2005),
dinyatakan bahwa pergantian kulit pada Cherax
merupakan saat yang rawan. Tanda-tanda yang terlihat adalah Cherax cenderung tidak aktif dan berdiam
di tempat persembunyiannya. Selain itu pergerakannya lamban dan kulitnya nampak
keruh. Setelah proses moulting
terjadi, kulit Cherax akan lembut.
Untuk memulihkan kembali seperti keadaan semula perlu waktu 24 jam. Proses
terjadinya moulting ada empat tahapan
yaitu :
- Proecdysis, merupakan tahap persiapan moulting. Kalsium diserap dari kerangka lama dan
disimpan dalam gastrolith
diikuti dengan pembentukan kulit baru.
- Ecdysis, merupakan tahap pelepasan diri dari kerangka
lama. Pada saat baru keluar, kutiler Cherax
dalam keadaan masih lembut. Pada fase ini terjadi penyerapan air secara
cepat oleh tubuh Cherax.
- Mecedysis, merupakan tahap pemindahan mineral kalsium
dari gastrolith ke kutikel baru
sebagai bahan krangka luar. Cherax sudah
akan mulai makan. Pembentukan jaringan disertai dengan peningkatan
sintesis protein dan DNA. Jaringan sudah mulai mengganti air yang diserap
pada fase sebelumnya.
- Intermolt, merupakan fase antar moulting. Kerangka dan pertumbuhan jaringan akan selesai serta
mulai mengubah metabolisme untuk pemenuhan cadangan energi yang disimpan
dalam hepatopancreas yang akan digunakan untuk proses moulting berikutnya.
Selama hidupnya, lobster
mengalami pergantian kulit. Selama hidup umumnya pergantian kulit mulai terjadi
pada umur 2 – 3 minggu. Frekuensi
moulting tergantung umur serta jumlah
dan mutu makanan yang diserap. Lobster muda lebih sering mengalami moulting dibandingkan dengan lobster
dewasa karena masih dalam masa pertumbuhan. Lobster yang mendapat pasokan makanan cukup dan
berkualitas akan lebih cepat melakukan
moulting. Faktor makanan berpengaruh pada percepatan moulting, dikarenankan makanan yang diserap lobster berfungsi untuk
membentuk jaringan material pertumbuhan. Selain faktor umur dan makanan, faktor
kualitas lingkungan juga bisa mempengaruhi frekuensi moulting (Wiyanto dan Hartono, 2006).
Selanjutnya Setiawan (2006),
pergantian kulit paling cepat terjadi ketika lobster berukuran 0 – 4 inci.
Sementara itu, ketika lobster tumbuh dari ukuran 4 ke 5 inci proses pergantian
kulitnya mulai melambat, karena lobster tersebut tidak hanya memanjangkan
badannya tetapi juga harus melebarkan badannya, sehingga daging yang dibutuhkan
lebih banyak untuk memicu proses pergantian kulit.
Pada dasarnya moulting berfungsi untuk merangsang atau
mempercepat pertumbuhan. Moulting
juga bisa mempercepat pematangan gonad pada lobster. Dengan demikian, lobster
akan cepat menghasilkan telur. Selain fungsi tersebut, pergantian kulit juga
untuk menumbuhkan kembali bagian tubuh yang cacat. Capit yang patah akan tumbuh
kembali setelah moulting (Wiyanto dan
Hartono, 2006).
2.8
Pakan dan Kebiasaan Makan
Lobster
air tawar termasuk binatang yang tidak rewel dalam soal pakan, sehingga petani
tidak direpotkan dalam penyediaannya. Lobster air tawar adalah binatang
omnivora, segala makanan yang ada didepannya kemungkinan besar akan
disantapnya, tidak terkecuali temannya sendiri yang sedang tidak berdaya (molting). Jenis pakan yang dapat
diberikan kepada calon induk lobster air tawar adalah udang segar, cacing
halus, pellet udang galah, atau pakan nabati seperti ubi jalar dan tanaman air,
sedangkan pakan yang diberikan untuk larva atau benih yaitu cacahan udang
segar, cacing halus, pellet udang galah yang sudah dihaluskan, daphnia beku serta tepung, kacang-
kacangan yang merupakan sumber pakan nabati. Frekuensi pemberian pakan
dilakukan 2 kali sehari yakni pagi dan sore hari dengan dosis 3 % dari bobot
tubuhnya (Iskandar, 2003).
Pada
habitat aslinya, Cherax quadricarinatus
aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal). Lobster air tawar adalah jenis hewan pemakan
segala, seperti tumbuhan dan hewan (omnivora). Kebutuhan pakannya sangat sedikit apabila
dibandingkan dengan ukuran tubuhnya yang besar. Ukuran dewasa hanya membutuhkan dua sampai tiga gram pakan per hari. Kebiasaan
makan dari spesies ini adalah memangsa udang-udang kecil yang hidup di
habitatnya, atau memangsa temannya sendiri dari genus Cherax.
2.9 Siklus Hidup
Lobster air tawar merupakan jenis
udang-udangan yang semasa hidupnya di air tawar. Berbeda dengan jenis udang
lainnya seperti halnya udang galah dimana sebahagian hidupnya di air payau. Lobster
air tawar dimasa hidupnya mengalami beberapa tahapan mulai dari induk dewasa
(jantan dan betina), memijah (kawin), induk betina mengerami telur, telur
menetas, juvenil (benih), calon induk, kemudian kembali menjadi lobster dewasa
(induk), seperti pada gambar 4 (Solang, 2008).
2.10
Teknik Pembesaran
2.10.1 Wadah Pemeliharaan Cherax quadricarinatus
Pembudidayaan lobster air tawar baik untuk pembenihan atau pembesaran sebaiknya
menggunakan wadah berupa kolam atau bak semen atau aquarium. Kolam semen dapat
dapat dibuat berbentuk segi empat dengan ukuran 2 x 3 x 0.5 meter dan jumlah
disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia. Untuk aquarium terbuat dari bahan
kaca dengan ukuran 1 x 0.5 x 0.5 meter. Ketinggian air untuk pemeliharaan
adalah sekitar 10-15 cm (Wirawan, 2006).
Selanjutnya Iskandar (2003), menambahkan bahwa lobster air tawar
dibesarkan di dalam wadah kolam hingga siap dipasarkan. Kolam pembesaran yang
dipergunakan bisa berukuran 2 x 3 x 0.5 meter dengan kepadatan tebar
sekitar 30-40 ekor per m2
luas kolam. Kepadatan tebar yang terlalu rendah akan mengakibatkan kerugian
karena terkait dengan efisiensi pembesaran. Sedangkan jika kepadatan tebar yang
terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya persaingan yang dapat menimbulkan
pertumbuhan lobster tidak optimal.
2.10.2 Seleksi Benih
Menurut Bachtiar
(2007), lobster air tawar yang baik dipelihara harus memiliki beberapa kriteria
sebagai berikut :
a. Sehat dan pertumbuhan normal
Lobster
yang akan dipelihara
harus dalam keadaan sehat. Lobster yang sehat ditandai dengan pergerakan yang
aktif atau tidak berdiam diri. Selain itu, kondisi lobster yang sehat juga
dapat dilihat dari tingkat pertumbuhannya yang normal. Lobster yang berumur 2–3
bulan memiliki panjang tubuh sekitar 5–7 cm.
b. Nafsu makan tinggi
Nafsu
makan lobster yang akan dipilih sebaiknya tinggi. Ini dimaksudkan agar kondisi
fisiknya kuat dan pertumbuhannya cepat. Lobster yang kuat tidak mudah stres dan
sakit. Untuk mengetahui nafsu makan lobster, dapat dilakukan pengujian sebelum
membeli. Lobster sebaiknya diberi satu ekor cacing merah. Jika makanan tersebut
langsung diterkam, dapat dipastikan lobster tersebut bernafsu makan tinggi.
c. Tidak cacat
Meskipun
cacat fisik yang terjadi pada lobster tidak permanen, tetapi sebaiknya lobster
yang cacat tidak dipilih jika ingin dipelihara. Memang lobster yang cacat
akibat salah satu atau beberapa kaki jalannya patah, kulit sobek, capit besar
terlepas, atau ekor patah dapat tumbuh kembali secara alami setelah cukup lama,
terutama untuk lobster yang telah dewasa.
2.10.3 Penebaran benih
Sebelum diisi benih lobster air tawar, bak terlebih dahulu diberi pipa
paralon atau roster (batako berlubang-lubang). Pipa paralon yang dipergunakan
berdiameter 2 inci dengan panjang 10 cm. Idealnya, jumlah pipa paralon yang
dimasukan minimal sesuai dengan jumlah benih yang akan dibesarkan. Agar pipa
tidak bergerak bebas, pipa-pipa diikat dengan kawat atau dilem antara satu sama
lain. Untuk mencegah terjadinya kanibalisme pada saat molting, pipa paralon diganti pada saat anakan berumur 4 bulan,
dengan ukuran pipa berdiameter 4 inci dan panjang 20 cm. Pada saat memasuki
umur 5 bulan, pipa paralon diganti lagi
dengan pipa berdiameter 5 inci dan panjang 25 cm (Wirawan, 2006).
Benih lobster yang dipelihara adalah benih yang berukuran 5 cm. Penebaran
benih sebaiknya tidak terlalu padat ataupun terlalu jarang. Idealnya untuk
ukuran kolam 1 x 1 x 1 m, benih yang ditebarkan sebanyak 20-30 ekor (Bachtiar,
2006).
2.10.4 Pemberian Pakan
Lobster air tawar yang baru
dipindahkan ke kolam pembesaran biasanya diberikan berupa pakan buatan yaitu pellet
udang galah (D.1,D.2,D.3) masing-masing pellet tersebut memiliki ukuran
butiran yang berbeda. Pellet D.1 cocok untuk anakan yang masih berumur 1-2 bulan, pellet D.2 untuk anakan umur 2-4 bulan, dan pellet D.3 untuk
lobster dewasa yang sudah berumur 5 atau lebih. Selain pellet, anakan lobster
dapat pula diberi pakan alami segar, seperti cacing sutera dan cacing merah (Wiyanto dan Hartono (2005).
Pakan yang diberikan setiap pagi sekitar
pukul 08.00-09.00 dan sore hari sekitar pukul 16.00-17.00. Jumlah pemberian
pakan disesuikan dengan jumlah anakan yang ada di dalam bak dan kempuan anakan
mengonsumsi pakan. Sebagai bahan perbandingan, setiap lobster dewasa hanya
mampu menghabiskan pakan sekitar 2-3 gram perhari.
2.10.5 Pengontrolan kualitas air
Pengontrolan kualitas air
meliputi temperatur, derajat keasaman(pH), kandungan garam (salinitas),
kandungan ammonia, dan kekeruhannya (Setiawan 2006).
1. Temperatur air
Temperatur yang ideal dalam
pemeliharaan lobster air tawar adalah 24-31°C. Temperatur di bawah atau di
atas angka tersebut sangat membahayakan kehidupan lobster air tawar (Setiawan
2006).
2. Derajat Keasaman (pH)
Derajat Keasaman (pH) yang ideal
untuk lobster air tawar ada pada kisaran 6-8.
Jika berada diluar kisaran itu, air perlu dimodifikasi dengan teknik
tertentu. Misalnya, pH terlalu rendah (dibawah 6), perlu ditambahkan kapur
perikanan berupa kalsium karbonat (CaCo3) yang jumlahnya tergantung pada kondisi pH
sebelumnya atau ditambah garam agar pH naik sedikit. Sedangkan jika pH terlalu tinggi (lebih dari
8), bisa diturunkan sedikit dengan menggunakan daun ketapang kering yang
dimasukkan kedalan air kolam (Setiawan 2006).
3. Salinitas
Kandungan garam yang maksimal
yang masih bisa ditoleransi lobster air tawar adalah 20 ppt. Lain halnya dengan udang windu yang kadar
garamnya paling bagus di bawah 4 ppt.
Karenanya, sangat tidak mungkin menggunakan bekas udang windu untuk membudidayakan
lobster air tawar (Setiawan 2006).
4. Kandungan Amonia
Amonia merupakan hasil dari
buangan kotoran lobster yang jika dibiarkan dalam waktu lama akan terakumulasi
dan menjadi racun bagi lobster.
Karenanya kadar amonia dalam air perlu dipantau, yakni maksimum 1,2
ppm. Kadar amonia bisa dipantau
menggunakan Amonium Test Kit yang berwujud cair. Cara mengatasi kadar amonia yang tinggi
adalah dengan menambahkan garam dapur atau setiap 3 hari sekali air didasar
kolam atau akuarium disedot sebanyak 50%, kemudian ditambahkan air yang baru
(Setiawan 2006).
5. Kekeruhan
Sebenarnya lobster senang dengan
kondisi air yang keruh karena bisa melindungi dari serangan predator. Disisi lain air yang keruh juga menambah
nafsu makan lobster. Meskipun demikian,
jika air terlalu keruh juga tidak terlalu baik bagi pemeliharaan lobster air
tawar karena bisa menghambat saluran pernapasan. Kadar kekeruhan air bisa diukur menggunakan sechi disc, yakni sebuah piringan (disc) dengan tongkat pengukur kedalaman
(Setiawan 2006).
2.10.6 Pencegahan Penyakit
Budidaya ikan, hama dan penyakit
dapat mengakibatkan kerugian ekonomis, karena hama dan penyakit dapat
menyebabkan kekerdilan, periode pemeliharaan lebiah lama, tingginya konversi
pakan, akibat padat tebar yang rendah dan kematian. Sehingga dapat mengakibatkan menurunnya atau
hilangnya produksi (Setiawan, 2006).
Berdasarkan penyebabnya, penyakit
pada ikan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu penyakit infeksi dan penyakit
non-infeksi. Penyakit infeksi
(parasiter) adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme infektif seperti
jamur, virus, bakteri, dan parasit. Karena
bersifat infektif, maka penyakit ini menular dalam waktu cepat bila kondisi
perairan memungkinkan. Sedangkan
penyakit non-infeksi adalah penyakit yang disebabkan bukan oleh organisme
infektif sehingga tidak menyebabkan infeksi dan tidak menular (Setiawan 2006).
Beberapa penyakit yang sering
menular lobster dan menyebabkan kematian adalah sebagai berikut :
1. Saprolagnia
dan Achyla
Kedua patogen ini termasuk dalam
golongan jamur yang akan menyergap jaringan lobster yang luka dan juga
menyerang telur, mereka dapat menghambat pernapasan sehingga telur mati dan
tidak menetas. Pada tubuh lobster air
tawar ditandai dengan tumbuhnya sekumpulan benang halus seperti kapas. Cendawan itu menyebabkan napsu makan lobster
menjadi menurun. Sehingga kondisi
lobster pun akan memburuk dan akhirnya menyebabkan kematian (Setiawan 2006).
Bila terlanjur terinfeksi
cendawan itu, lobster direndam dalam larutan Malachite Green 2-3 ppm selama 30-60 menit. Cara lain adalah dengan mengolesi badan yang
terserang dengan PK (Kalium Permanganat) 10 ppm. Serangan pada telur bisa ditangani dengan
merendam tanaman air dalam bak penampungan telur seperti kakaban, eceng gondok
dan ijuk dalam larutan Malachite Green
2 ppm selama 30-60 menit. Semua
penanganan itu dapat diulangi 2-3 kali dengan selang 3 hari (Setiawan 2006).
2. Cacing Jangkar
Cacing Lernea cyprinacea dan Lernaea
carasii termasuk dalam golongan parasit dimana menembus jaringan tubuh
dengan kaitnya yang menyerupai Jangkar.
Bagian insang pada lobster yang terjangkit tampak dihuni cacing dan
terdapat cairan atau lendir yang memanjang.
Akibatnya, lobster kekurangan darah, kehilangan bobot tubuh, dan kemudian
mati. Cacing jangkar dapat diatasi
dengan merendam lobster yang terinfeksi kedalam larutan garam (20 gram garam
dilarutkan ke dalam 1 liter air) selama 10-20 menit (Setiawan 2006).
3.
Argulus foliaceus
Argulus foliaceus termasuk dalam golongan parasit dimana serangan
predator Argulus pada lobster ini
ditandai adanya bintik merah pada tubuh.
Racun Argulus menyebabkan
kematian pada lobster akibat anemia dan kehilangan banyak darah. Racun yang melukai kulit itu bisa mengundang
infeksi Saprolegnia yang mungkin menggenapkan
penderitaan lobster (Setiawan 2006).
Untuk mengatasinya, lobster
direndam dalam 1 ml lysol yang
dilarutkan dalam 5 liter air selama 15-60 detik. Selanjutnya direndam dalam sodium permanganat
1 gram dilarutkan dalam 100 liter air selama 1,5 jam. Pemberian Neguvon,
Masoten, dan Lindane dilakukan bila telah mencapai stadium puncak. Sebab, ketiganya bersifat racun yang dapat
membahayakan lobster. Walaupun belum
terjangkit, peternak lobster air tawar harus waspada lantaran penyakit bisa
menyerang kapan saja. Secepat mungkin segudang penyakit yang bisa menghantui
kesehatan lobster air tawar tersebut harus dijauhkan (Setiawan 2006).
2.10.7 Pemanenan
Pemanenan lobster hasil
pembesaran dapat dibagi menjadi dua yaitu panen calon induk dan panen untuk
konsumsi. Untuk mendapatkan calon induk panen dilakukan lebih cepat
dibandingkan untuk keperluan konsumsi. Umumnya calon induk sudah mulai dipanen
pada ukuran minimal 3 inchi, yaitu pada umur 1-2 bulan setelah tebar benih.
Selanjutnya Iskandar (2003), menambahkan calon induk lobster air tawar yang
berumur lebih dari 7 bulan dan telah matang sel kelamin, tetapi untuk
mengawinkannya sebaiknya menunggu hingga umur lebih dari 1 tahun. Cara
pemanenan pada dasarnya sama dengan memanen lobster untuk konsumsi (Solang,
2008).
Lobster yang siap dikonsumsi mulai panen
pada umur 7 bulan keatas, dengan umur tersebut beratnya sudah mencapai 90-100
g/ekor atau 10-12 ekor/kg. Lobster yang dipanen pada umur 7 bulan biasanya
untuk memenuhi pasar dalam negeri, sedangkan untuk konsumsi ekspor biasanya
dipanen pada umur 10-12 bulan dengan berat 120-150 gram (Solang 2008).